![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3p5Ge60k6rq37RZiEtiXfeD4V-JGhyFZ5lyYMGH_PYmcSbJswgaxmCkE0ptO2Ns0zZVHxPUUoWeojdt6wVdFs1MgvAZ3MI1H5-HXXL0HbfkqHOeH2cfw_U-paqwNlOKoIUvcmVFyMvKaK/s400/Ilustrasi-anak-anak-korban-kekerasan-seksual.-winnipegsun.com_.jpg) |
FOTO: solopos.com |
“Lasmi.. Lasmi!’, teriakan Mak Ijom seraya
mengetuk pintu rumah Lasmi. Suaranya ini terdengar hingga dua rumah
disampingnya. Pemilik rumah depan rumah Lasmi pun keluar, pasti dia mengira ada
kejadian memuakkan itu lagi. Lasmi tak kunjung membukakan pintu, sepertinya dia
tidak ada dirumah. Mak Ijom tetap bersikukuh menggedor-gedor pintu rumah.
“Lasmi... Lasmi, keluar kamu!”, Mak Ijom mengeraskan suara dan gedoran
pintunya. Mak Ijom selalu seperti itu, datang ke rumah orang lain dengan cara
yang tidak baik, jujur saja aku pun jika didatangi Mak Ijom pasti tak akan
keluar, begitu pun Lasmi. Bising mendengar suara Mak Ijom, Lasmi dengan enggan
membukakan pintu. “Ada apa, mak?”, suara lirih Lasmi disela teriakan Mak Ijom.
“Kamu semalam sama siapa lagi, itu si Parman kamu apakan?”, tanya Mak Ijom
dengan nada marah. “Semalam? Semalam saya di rumah mak, ada apa memangnya
mak?”, jawaban santun dari Lasmi.
Memang sejauh waktu berjalan, di gang itu
hanya Lasmi yang belum menikah, gadis yang masih berusia 23 tahun itu sering
menjadi cemoohan warga. Dia dituduh menggauli, mengajak kencan, bahkan meniduri
bersama para suami orang. Pantas saja, jika ada suami yang pulang hingga larut
malam, semisal sampai jam 12 lewat, esoknya langsung ada yang datang ke
rumahnya. Namun, kali ini Mak Ijom yang datang, dan membuat Lasmi tak kuasa
menahan amarah Mak Ijom. “Kamu masih mau menggoda suami orang, hingga tengah
malam?”, tanya Mak Ijom dengan suara agak menyakitkan hati. Padahal Mak Ijom
sudah tak punya suami, dia ditinggal suaminya 2 tahun lalu, entah mengapa, tak
ada yang tahu kenapa suaminya meninggalkan Mak Ijom, yang warga tahu, suami Mak
Ijom orangnya baik bahkan sholeh, hanya pada suatu malam suaminya tak kunjung
pulang hingga saat ini, beruntung waktu itu belum ada Lasmi, kalau tidak, Lasmi
akan dihujat habis-habisan oleh Mak Ijom.
Seseorang menghampiri keduanya, nampaknya dia
tokoh terpandang di gang itu. “Ada apa tho mak? Jangan ribut-ribut mulu, setiap
hari selalu begini, ributnya itu-itu juga. Saya tadi malam ronda, Lasmi tidak
keluar rumah kok. Tenang saja,” Pak Heru mencoba menenangkan. “Tidak bisa
begitu, itu Eis sampai malam nunggu suaminya, eh ternyata malah enak-enakan
berduaan sama orang ini...!”, berujar dengan marah Mak Ijom sembil
menunjuk-nunjuk Lasmi. “Saya tidak macam-macam mak, sumpah mak.” Jawaban Lasmi
dengan menundukan kepala. “Sudahlah mak, jangan marah-marah terus, bising
dengarnya. Pulang sana!”, Pak Heru menimpali dan menggiring Mak Ijom pergi dari
rumah Lasmi. “Awas kamu ya!” Mak Ijom masih saja mengancam Lasmi, dan dengan
terpaksa meninggalkannya.
Selepas kejadian itu, Lasmi mulai hati-hati,
dia tak akan pulang malam lagi. Walau sebenarnya tak ada orang yang tahu
pekerjaannya. Lasmi bekerja di Caffe yang letakkannya lumayan jauh dari gang
tempat tinggalnya, sekitar satu kilometer. Lasmi harus naik angkot untuk
kesana. Atau kalau tak ada kendaraan, Lasmi terpaksa berjalan kaki menuju
tempat kerjanya. Beginilah nasib Lasmi, ditinggal orang tuanya setahun yang
lalu, tak tahu apa sebabnya, bukan meninggal, atau orang tuanya bercerai, tapi
itu seolah-olah terjadi bak sulap, sekali kejap hilang dan meninggalkan Lasmi
dikontrakan yang letaknya jauh dari kota. Gajinya hanya cukup untuk membayar
kontrakan dan makan seharian saja, untuk pakaian, Lasmi tidak pernah membeli
baju baru, lebaran kemarin saja baju barunya itu diberi oleh bosnya tempat dia
bekerja.
Lasmi yang dinilai pelacur oleh warga tempat
dia tinggal ini tak sepenuhnya benar, juga tak sepenuhnya salah. Karena mungkin
pekerjaannya di Caffe. Sebenarnya, Lasmi bukan gadis seperti apa yang
disangkakan mereka, dia bukan pelacur, hanya gadis biasa yang ditinggal orang
tuanya. Lasmi, juga sering datang ke masjid untuk sekedar sholat berjamaah,
namun sesekali dirinya tak kuasa untuk pergi kesana, karena warga disana sudah
siap untuk mempergunjingkannya. Juga kala malam hari, dia tak berani keluar
rumah walau hanya sekedar untuk sholat Isya’ berjamaah di masjid. Alasannya
jelas, tak mau jadi bahan ejekan warga sekitar.
Suatu malam, entah kenapa Lasmi harus pulang
malam, sekitar pukul 22.00 malam, karena kebetulan dia disuruh lembur oleh
bosnya hari itu. Suasana malam memang sunyi, tapi saat keluar Caffe tak terasa
kalau ini sudah malam, riuhnya kondisi kota tak gubahnya seperti pasar hiburan
malam, kendaraan silih berganti selang-seling wara-wiri dijalan. Lasmi berjalan
menepi, di sebuah trotoar yang ukurannya tak bisa dikira-kira. Rasa haus mulai
menggerogoti leher Lasmi, jelas saja, siapa orang yang tidak kehausan jika harus
berjalan sekitar satu kilometer. Dilihatnya pedagang kopi seduh keliling
bersepeda sedang ngetem, tepat di depan toko elektronik yang lima menit lalu
sudah tutup. Tak banyak pikir, Lasmi segera membelinya tuk sekedar
menghilangkan dahaga. Suasana kota memang cukup ramai, sampai Lasmi sudah
sampai ke sudut kota yang keramaian dan kilauan cahayanya kota sudah mulai
redup perlahan.
Mendekati gang tempat kontrakannya, terlintas
dipikiran Lasmi, kalau dia pulang malam-malam begini dia akan ketahuan oleh orang-orang
disana. Dia bergumam dalam hati, kalau warga akan mencemoohnya, belum lagi
kalau Mak Ijom sedang duduk di emperan rumah, menunggu menantunya yang jam
segini pun biasanya belum pulang. Terbesit dipikirannya untuk mencari jalan
keluar. Tak tahu mengapa Lasmi berpikiran harus lewat gang sempit itu, jaraknya
sekitar 5 meter dari tempatnya berdiri sekarang. Tempat itu memang sempit,
bahkan tak pantas dinamakan gang. Hanya ada lorong kecil yang ukurannya sekira
satu meter, terhimpit diantara dua gedung, yang satu sebuah toko kelontong, dan
yang lainnya Lasmi tak tahu apa, hanya saja sebuah gedung tapi pintunya berada
di samping, di lorong sempit itu. Pintunya tak seperti toko-toko disampingnya,
bentuknya tak terlalu besar, untuk membukanya pun dengan menggeser, karena
mungkin pemiliknya tahu kalau dipasang pintu yang dibuka seperti pintu toko
biasa, akan menghalangi pejalan kaki yang lewat disana.
Dia berpikir terlalu lama, sampai dia mulai
mengintip jam tangannya yang menunjukan pukul 22.30 malam. Lasmi terkejut, mau
bagaimanapun dia harus segera masuk rumah, takutnya tak sempat masuk rumah,
warga keburu memergokinya pulang malam, juga dengan kondisi yang mulai
mengantuk sudah cukup alasan untuk dia segera sampai di rumah. Lasmi mulai
berjalan memasuki gang sempit itu, selangkah, dua langkah, hingga beberapa
langkah memasuki gang. Dia sampai pada pintu gedung yang dimaksud, warnanya
biru tapi agak pudar seperti dimakan oleh waktu, berkarat, dan nampak tidak ada
gagang pintunya diluar, mungkin hanya di dalam saja gagang pintunya, yang ada
di depan pintu hanya sebuah besi kecil yang menempel di pintu itu. Lasmi
bingung bagaimana cara masuknya.
Di balik pintu itu tiba-tiba lelaki setengah
baya keluar, perawakannya cukup tinggi, Lasmi mengira usianya sekitar 25 tahun
keatas, dia memakai kaos polo, yang tak tahu dibeli dimana, karena disekitar
sini tak ada toko baju. Lelaki itu keluar dengan kancing kaos polonya yang
lepas. Mencoba menghampiri Lasmi, yang terhenti langkahnya sambil
terkantuk-kantuk. Tubuhnya seakan sudah tak kuat lagi menahan kantuk, namun
lelaki itu hanya memandanginya, sambil sesekali tersenyum tipis mengarah pada
Lasmi. Namun Lasmi tidak menyadarinya, bahkan untuk melihat jelas sosok lelaki
itu pun dia tak mampu, matanya sudah lelah dan butuh istirahat. Lelaki itu
tetap menampilkan senyumnya, lagaknya seperti memerhatikan Lasmi, sambil
bersender di bibir pintu, dan tangan kirinya merogoh saku celana yang bisa saja
tak berisi itu. Lasmi semakin terkantuk-kantuk, kopi yang diminumnya tadi tak
kuasa menjadi penawar kantuk, saat berjalannya pun sangat pelan. Lelaki itu
melirik jam tangannya, sudah pukul 00.00 atau 12 malam. Tak dirasa perjalanan
Lasmi melalui gang sempit itu cukup lama, mungkin ini karena dia sudah
terkantuk-kantuk.
Tiba-tiba, rasa kantuknya tak terbendung,
hingga akhirnya Lasmi jatuh tersungkur ke tanah seperti orang pingsan, tapi
sebenarnya dia terlelap karena lelahnya. Rupanya lelaki itu menunggu momen ini,
Lasmi yang tertidur tidak jauh dari pintu, membuat lelaki itu memudahkannya
menghampiri Lasmi. Dia tak melakukan apapun, lelaki itu mendekati Lasmi yang
tengah tertidur pulas, dia hanya memandangi kecantikan Lasmi, belum sempat
terbesit pikiran mesum olehnya, salah seorang lelaki lainnya yang perawakannya
hampir sama dengan lelaki itu keluar dan ikut menghampiri Lasmi yang sedang
tidur. “Bro, wih cewek nih, kok gak diajak masuk?” Lelaki yang baru keluar itu
memukul pundak lelaki yang sedang nikmat memandangi Lasmi. “Eh.. elu Rom, sudah
puas?”, sahut lelaki pertama dengan senyum menggoda. “Alah.. iya dong, hahaha,
itu siapa? Pesanan kamu?”, Romi balik tertawa dan menimpali dengan pertanyaan
konyol itu. “Bukan, kebetulan saja dia ketiduran disini,” jawaban santai dari
lelaki pertama. “Sudahlah Rey, bawa masuk saja kasihan juga dia, dan kamu gak
mau semalam ini bersamanya? Coba kamu perhatikan wajah gadis itu, mulus,
kulitnya putih, dan cantiknya. Bagaimana menurutmu, cantik tidak?”, dengan
tesenyum menggoda, Romi menawarkan. “Tunggu apalagi?” Belum sempat dijawab,
Romi kembali menyodorkan pertanyaan. Rey melirik jam tangannya, “Iya ini gue
bawa kedalam saja ya? Siapa tahu ini rejeki gue, sudah lewat tengah malam
juga.” Rey menjawab pertanyaan itu. “Nah, gitu, ayo bawa ke dalam,” ujar Romi
seraya masuk kedalam. Tidak lama setelah perbincangan mesum itu, Rey pun
membawa Lasmi masuk ke dalam dengan keadaan tak sadarkan diri.
Esoknya, Lasmi terbangun dari tidur pulasnya,
dia menengok di sekelilingnya. Terkejut melihat bahwa kini dirinya tengah
terbaring disebuah kasur yang empuk di dalam kamar seseorang yang dia tak tahu
siapa pemiliknya. Namun, kamar itu cukup menawan, dinding yang di cat dengan
background modern, lampu yang terlihat mahal juga tergantung diatas kasur
tempatnya berbaring. Lasmi baru sadar kalau dirinya sudah setengah telanjang,
celananya sudah tidak pada tempatnya, bajunya sudah terbuka, bahkan
hampir seluruh tubuh indahnya terlihat, sejenak Lasmi menyempatkan melirik jam
dinding yang kebetulan terpampang di samping lemari besar, waktu menunjukan
pukul 10.00 pagi. Dia sama sekali tak tahu apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba
dia bisa ada disana dengan keadaan telanjang. Yang dia ingat hanya sosok lelaki
berkaos polo itu. Sadar akan kondisinya yang seperti habis memuaskan hasrat
lelaki itu, Lasmi segera menuju lemari untuk mencari sebarang kain, atau bahkan
berharap menemukan baju wanita di dalamnya.
Dia terkejut, lemari itu penuh dengan baju
wanita, bak sudah disiapkan oleh pemiliknya. Lasmi tak sempat memikirkan itu,
dia segera mengambil, celana, baju, dan segala keperluan untuk menutupi
tubuhnya itu. Lasmi terburu-buru masuk ke kamar mandi yang sudah ada di dalam
kamar itu, dia langsung masuk saja, kebetulan tak ada orang di dalamnya. Kamar
itu cukup luas, bisa dibilang hampir sama dengan kamar-kamar yang ada di
hotel-hotel mewah di kota, kasurnya empuk, ada kamar mandi, lemari besar, lampu
mewah, bahkan televisi pun ada. Sulit dipercaya kalau ternyata kamar itu adalah
isi dari gedung yang pintunya di gang sempit tadi. Selang lima belas menit,
Lasmi keluar sudah berpakaian rapi. Dia mulai memberanikan diri untuk mengintip
keluar kamar. Pintunya agak sulit dibuka, tapi Lasmi berhasil membukanya.
Dilihatnya orang-orang sedang berkumpul, ada yang muda, ada pula yang tua.
Semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing, tempat itu tak gubahnya seperti
Caffe tempat Lasmi bekerja.
Lasmi mengintip dari dalam kamar, dia kaget
melihat Pak Heru ada diantara para pemabuk itu, sepertinya dia juga sudah
memesan segelas bir besar. Lasmi pun heran, tempat seperti ini buka di pagi
hari, memang ada Caffe yang buka pagi hingga malam, serupa Caffe tempat dia
bekerja, tapi itu di kota. Dia juga tak tahu, ada tempat seperti ini disekitar
tempat tinggalnya. Sedang asik-asiknya mengintip, sosok lelaki yang seperti
semalam datang dan hendak menuju kamar itu. Lasmi segera masuk ke kamar mandi,
entah untuk apa. Lelaki itu masuk kedalam, dan Lasmi pun keluar dari kamar
mandi. “Loh, kamu sudah bangun, kamu tidur lama sekali, perkenalkan namaku
Rey,” lelaki itu mulai mengawali pembicaraan dengan menyodorkan tangannya.
Lasmi terkejut, dan hampir saja teriak. “Ushh.. diam jangan teriak-teriak,
nanti aku disangka yang tidak-tidak oleh orang diluar sana!” lelaki itu menyela
teriakan Lasmi, dengan menutup mulutnya. “Namaku Lasmi,” dengan pelan Lasmi
menjawabnya. “Oh..”, jawaban singkat dari Rey, dan meninggalkan Lasmi begitu
saja.
Rey keluar kamar untuk menemui seseorang.
Lasmi tak mau ketinggalan, dia melanjutkan mengintip dari kamar. Lasmi terkejut
melihat Pak Heru lah yang ditemui Rey. Keduanya seperti sedang bercakap-cakap
sesuatu, tapi tak terdengar oleh Lasmi karena riuhnya suasana tempat itu. Tak
lama, Lasmi terkejut melihat Rey dan Pak Heru berjabat tangan. Sepertinya dua
lelaki itu tengah menyepakati sesuatu, namun tak diketahui Lasmi. Tak tahan
dengan rasa penasarannya, Lasmi memutuskan untuk menghampirinya. Baru membuka
pintu kamar secara lebar, Pak Heru rupanya sudah mengetahui keadaan Lasmi
disini. “Mau kemana? Jangan keluar dari tempat ini, kalau kamu nekat keluar,
tahu sendiri kan tetangga-tetanggamu itu? Pasti kamu akau dikeroyok warga,
karena tahu kalau kamu semalaman tak ada di rumah,” tiba-tiba saja Pak Heru
menoleh ke arahnya, sedikit berkata lantang. Mendengar apa yang diungkapkan Pak
Heru, Lasmi kembali terdiam, dia sesungguhnya muak dengan tempat ini dan ingin
segera masuk ke rumahnya, namun disisi lain, kalau warga tahu dia semalaman
belum pulang, nanti dituduh macam-macam. Terpaksa Lasmi harus menetap disini
untuk sementara.
Lasmi kembali masuk ke kamar itu lagi, dia
termengong, bingung bak makan buah simalakama. Tapi apa boleh buat, yang
sanggup dia lakukan sekarang hanya pasrah dan bersabar. Sementara itu, warga
gang tempat tinggal Lasmi sudah banyak orang berkumpul di depan rumahnya. Para
warga seperti gerombolan aksi demo, menunggu Lasmi yang belum juga keluar. Mak
Ijom juga ada ditengah-tengah mereka, teriakannya terdengar hingga tempat Lasmi
berdiam saat ini, karena kebetulan jaraknya dekat. “Lasmi! Keluar Kamu! Jangan berbuat
mesum!” Teriakan warga di depan rumah Lasmi. “Siapa lagi yang kamu ajak kencan
semalaman?!” Mak Ijom ikut berteriak. Tak ada jawaban dari dalam. Pak Heru pun
tak kunjung datang, karena memang dia sedang berada di tempat yang sama dengan
Lasmi.
Hari sudah mulai petang, petang pun berganti
malam. Belum terlihat tanda-tanda aktor pemuas hasrat itu masuk kedalam kamar.
Hingga pukul 22.00 malam, seorang pria berbadan kekar mengetuk pintu, kali ini
Lasmi kaget, dia bukan Rey ataupun Pak Heru. Seseorang yang belum dia temui
sebelumnya masuk ke kamar. Tidak ada perlakuan seks yang mencurigakan dari pria
kekar itu, dia hanya mengajak Lasmi ke suatu tempat, tanpa kekerasan sedikit
pun. Lasmi pun manut saja, dia ingin meronta sebenarnya, menolak dengan keras ajakan
itu, tapi yang terjadi dia tak sanggup melakukannya. Lasmi pun hanya bisa
pasrah. Sungguh terkejut, sekaligus tak menyangka, Lasmi di ajak ke sebuah
tempat makan mewah, ada Rey dan ketiga temannya disana, nampaknya mengajak
makan malam bersama. Lasmi masih bingung, pikiran negatif yang selalu muncul
dibenaknya seolah sirna, bahkan kejadian malam kemarin sejenak dilupakannya.
Lasmi, Rey, dan ketiga teman Rey pun makan malam bersama.
Seusai makan malam, Rey dan teman-temannya
mengajak Lasmi ikut dengan mereka. Memang disana tak ada tumpangan lain selain
mobil Rey. Pria kekar yang tadi mengantar Lesmi juga tak terlihat. Lasmi agak
bingung, sepintas dia kembali teringat kejadian malam kemarin, tapi setelah dia
ingat itu, dia melihat kedua teman Rey yang lain seorang perempuan, jadi dalam
benak Lasmi mungkin kejadian itu tak terjadi lagi. Tanpa basa-basi, Lasmi ikut
dengan Rey bersama ketiga temannya. Dalam perjalanan di mobil, tanpa sadar,
Lasmi tertidur pulas, entah apa sebabnya, mungkinkah ngantuk? Tapi tak ada yang
tahu sebabnya, Lasmi sendiri pun tak sadar kalau dirinya terlelap di mobil Rey.
Tak disangka, Lasmi diantarkan ke sebuah tempat, nampak mewah tempat itu,
seperti hotel, namun karena letaknya cukup jauh dari pusat kota, terlihat agak
menyeramkan. Sesampainya disana, Lasmi belum juga bangun, kedua teman perempuan
Rey tadi ijin pamit pulang, mungkin rumahnya dekat sini. Lasmi dibopong, dibawa
masuk ke sebuah kamar yang sama mewahnya dengan tempat sebelumnya, namun ini
seperti milik pribadi. Sosok lelaki dengan kemeja putih sudah menunggu di
dalam, Lasmi yang belum tersadar langsung dilemparkan ke kasur begitu saja oleh
Rey. Rey meninggalkan Lasmi dengan lelaki itu berduaan di kamar.
Lelaki kemeja putih langsung melepas
kemejanya, Lasmi belum juga tersadar. Lelaki itu langsung menelanjangi Lasmi
yang tengah tak sadarkan diri, dan dengan terpaksa kejadian memuakkan itu
terjadi lagi. Esoknya, pukul 08.00 pagi, Lasmi masih belum terbangun, mungkin
tengah malam tadi dia sudah terbagun dan menikmati nafsu dengan lelaki itu,
tapi dengan kondisi setengah sadar, kemungkinan lelaki itu memberinya minuman
penidur lagi. Rey datang menjemput Lasmi, tak tahu mau dibawa kemana lagi dia.
Lelaki itu dengan cepat memasukkan Lasmi yang masih pulas ke dalam mobil Rey dan
segera berangkat. Lasmi di bawa ke suatu tempat yang sangat jauh, jauh dari
kota dan tempat kontrakannya, tempat itu nampak terpencil. Rey sudah menyiapkan
tempat, gubuk sederhana yang agak sulit terjamah oleh warga sekitarnya, sekira
seratus meter dari perkampungan dekat sini. Lasmi perlahan sadar dan terbangun,
dia mendengar dan sempat melihat dua orang yang meninggalkannya, yang satu Rey
dan lelaki itu, ya Lasmi merasa sudah pernah melihat lelaki itu, tapi dia hanya
terdiam dan pura-pura tidak. Secepatnya, Rey dan lelaki itu meninggalkan Lasmi
sendirian di gubuk itu dengan memakai beberapa helai kain saja.
Komentar
Posting Komentar